Para
pahlawan adalah mereka yang bisa menemukan keceriaan di tengah himpitan
hidup. Itu kata-kata Anis Matta yang paling saya ingat kuat-kuat dari
bukunya yang berjudul Mencari Pahlawan Indonesia. Atau setidaknya
demikianlah kata-kata itu saya pahami. Bahwa segala wujud masalah hidup
yang menghimpit seyogyanya tidak menghalangi kita untuk tetap berbahagia
meskipun rasanya, sudah pasti, pahit. Dan orang
yang bisa tetap menjaga keceriaannya, bahkan menemukan kebahagiaannya,
di tengah pelbagai himpitan hidup yang mencekik layak disebut sebagai
seorang pahlawan. Sesederhana itu.
Mencari Pahlawan Indonesia
adalah buku yang sangat bagus. Di era penuh ambigu seperti saat ini,
dimana kita begitu kesulitan menebak dan mendeteksi seperti apakah wujud
pahlawan yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini untuk keluar dari
kemelut sehingga kelak dunia "akan menyaksikan gugusan pulau-pulau ini
menjelma menjadi untaian kalung zamrud kembali yang menghiasi leher
sejarah", pembacaan kembali terhadap buku ini adalah, salah satu,
ikhtiar yang tepat.
Beberapa tahun setelah saya menuntaskan
pembacaan buku ini kali pertama sejak masih SMA yang saya dapatkan pada
halaman terakhir majalah Tarbawi ketika itu, dan berlanjut ke masa-masa
kuliah, saya dipertemukan dengan buku lainnya: Kitab Suci Ksatria Cahaya
yang ditulis oleh Paulo Coelho. Buku itu bisa dibilang secara garis
besar senada dengan buku Mencari Pahlawan Indonesia, tapi dengan narasi
khas Coelho. Bacalah dua buku itu, dan kau akan mendapatkan benang merah
di antara keduanya.
Berikut saya kutip salah satu bagiannya:
Seorang ksatria cahaya tidak selalu membuat keputusan yang tepat.
Mereka menderita karena hal-hal yang sangat biasa. Mereka memiliki
pikiran-pikiran yang biasa pula dan kadang-kadang mereka percaya mereka
tidak bisa berkembang. Mereka kerapkali menganggap dirinya tidak layak
mendapatkan berkah dan anugerah. Itulah kenapa mereka disebut ksatria
cahaya, karena mereka melakukan kesalahan-kesalahan. Karena mereka
sering bertanya pada diri mereka sendiri. Karena mereka mencari sesuatu
alasan dan yakin bisa menemukannya. (Coelho)
Jangan pernah
menyangka bahwa seorang pahlawan selalu meraih prestasi-prestasinya
dengan mulus, atau bahkan tidak pernah mengenal kegagalan.
Kesulitan-kesulitan adalah rintangan yang diciptakan oleh sejarah dalam
perjalanan menuju kepahlawanan. Karena itu, peluang kegagalan sama
besarnya dengan peluang keberhasitan. “Kalau bukan karena kesulitan,
maka semua orang akan jadi pahlawan.” kata seorang penyair Arab,
Al-Mutanabbi. (Anis Matta)
Kedua buku itu sangat bagus.
Keduanya mengajak kita untuk melihat secara lebih mendalam tentang apa
sesungguhnya arti kepahlawanan dengan cara sesederhana mungkin dan jauh
dari keruwetan ala epos kepahlawanan masa silam yang kerap dibayangi
mitos-mitos yang tak terjangkau akal. Saran saya, jika suatu hari
sampeyan mendapatkan keduanya di toko buku, maka belilah, bacalah, dan
resapi kata-katanya. Baca dan refleksikan dengan kondisi kita saat ini.
Dan kepada masing-masing kita, jadilah pahlawan sehingga bangsa dan
negara ini mencapai "Sebuah kehidupan yang terhormat dan berwibawa yang
dilandasi keadilan dan dipenuhi kemakmuran masih mungkin dibangun di
negeri ini. Untaian Zamrud Katulistiwa ini masih mungkin dirajut menjadi
kalung sejarah yang indah. Tidak peduli seberapa berat krisis yang
menimpa kita saat ini. Tidak peduli seberapa banyak kekuatan asing yang
menginginkan kehancuran bangsa ini."

No comments:
Post a Comment