Libridiary: Sajak-Sajak Sepanjang Jalan Cak Nun
Saturday, November 19, 2016
“Untuk
Kurniawan Junedi
Dari
Hamsad R”
Demikian coretan yang saya dapati di halaman
judul buku bertajuk Sajak-Sajak Sepanjang Jalan karya Emha Ainun Nadjib atau
yang akrab disapa Cak Nun ini. Hamsad R yang dimaksud di catatan kecil itu
mungkin Hamsad Rangkuti. Karena, berdasar tulisan yang tercantum di sampul
belakang buku, ada nama Hamsad Rangkuti yang berpredikat sebagai Tata Laksana.
Entah apa yang dimaksud dengan Tata Laksana itu.
Jadi, singkat cerita, saya mendapatkan buku
mungil nan tipis ini dari seseorang. Buku tipis bersampul putih yang tertimbun
di bawah tumpukan buku-buku tua yang nyaris tidak mencolok, yang awalnya saya
abaikan dan nyaris tidak saya lirik, karena saking tipisnya. Namun entah ada angin
apa yang berbisik kepada saya sehingga akhirnya saya memutuskan untuk membongkar
tumpukan kecil itu dan, pada akhirnya, Tuhan benar-benar menakdirkan saya
dengan buku ini.
Dan, saya ulangi kembali, buku itu judulnya Sajak-Sajak
Sepanjang Jalan karya Emha Ainun Nadjib. Buku mungil yang mirip stensilan ini
diterbitkan oleh Tifa Sastra Majalah Kebudayaan Umum Fakultas Sastra
Universitas Indonesia pada tahun 1978. Pada bagian pengantar buku itu, yang
entah ditulis oleh siapa, menyampaikan sepotong informasi tentang asbabun nuzul
buku ini.
“Untuk memperingati Hari Ulang Tahunnya yang
kelima, tahun 1977 Majalah Kebudayaan Umum Tifa Sastra menyelenggarakan
sayembara penulisan kumpulan puisi. Tidak kurang dari 40-an kumpulan puisi yang
masuk dari segala penjuru tanah air.
Setelah dibaca dan diperiksa oleh dewan juri –
yang terdiri dari Ayatrohaedi, Sapardi Djoko Damono, dan Fauzi S. Abdullah –
akhirnya diputuskan dua buah kumpulan puisi yang berhak memperoleh predikat ‘puisi
terbaik’. Salah satu di antaranya pemenang itu adalah kumpulan puisi Emha Ainun
Nadjib, Sajak-Sajak Sepanjang Jalan yang kami terbitkan ini.”
Saya kesulitan
untuk mencari informasi siapa pemenang lainnya dalam sayembara itu. Hanya saja,
berdasarkan penelusuran singkat saya di jagat maya, dari sebuah buku yang
berjudul Leksikon Susastra Indonesia karya Korrie Layun Rampan, yang berlaku
sebagai pemimpin redaksi majalah tersebut ketika itu adalah Pamusuk Eneste. Nama
lain yang muncul sebagai pemenang di hajatan tahun itu adalah Adri Darmadji Woko,
seorang penyair angkatan 1970an yang juga tokoh wartawan yang juga penerima Penghargaan
Sastra Badan Bahasa 2015 itu.
Mengenai nama
yang tersebut di awal, saya akan membuat sedikit catatan perihal pertemuan saya
dengan nama tersebut di halaman judul dari buku-buku puisi tua yang saya
temukan hari ini, insya Allah. Anggap saja, catatan ini sebagai pembuka sebelum
saya melangkah lebih jauh. Adapun, mengenai buku kumpulan sajak ini, saya tidak
tahu apakah buku ini dahulu diterbitkan secara massal atau hanya diterbitkan
untuk kalangan sendiri saja. Saya juga tidak tahu apakah buku ini sudah pernah
diterbitkan ulang atau belum, atau hanya tersedia dalam cetakan yang ini saja. Karena
berdasarkan penelusuran acakadut saya di dunia daring, informasi terkait buku
ini masih cukup terbatas. Gambarnya pun hanya ada di situs Goodreads. Oleh karenanya,
jika ada yang tahu lebih banyak tentang naskah ini dan karenanya ingin berbagi,
maka saya, dengan senang hati, akan menyimaknya.
Dan sebagai
penutup, saya ingin mengutip beberapa bait sajak yang tertuang di buku itu,
sebuah sajak yang berjudul Doa Untuk Hari Esok Kami.
Tuhan, tunjukkanlah
garis-garis
Yang membedakan
seribu warna kehidupan kami
Tumbuhkanlah
mata yang bening
Dalam pikiran,
perasaan dan seluruh jiwa kami
Sebab tidak
tahu lagi
Apa yang
baik bagi hari esok kami
Sehabis bumi
ini kami porak perandakan sendiri
Sehabis kami
abai terhadap kasihMu yang abadi
Tuhan,
Tamparlah
mulut kami
Agar
bangkit dari rendahnya mutu kehidupan kami
Dan
berusaha melawan timpangnya peradaban kami
Bandung 77.
[libridiary]
Meruya,
November 2016
0 comments