Libridiary: Islam Lawan Fanatisme dan Intoleransi

Monday, August 01, 2016



Buku tipis ini saya dapatkan setelah susah-payah membongkar tumpukan buku milik seorang penjual buku di Blok M Square. Penjual itu masih berusia muda. Mungkin usianya duapuluhlima atau duapuluh enam. Setelah meminjam kursi plastik untuk duduk, mulailah saya melakukan ritual pembongkaran.


Nyaris satu jam saya duduk di situ. Membongkar segala lini dan sisi tumpukan buku-buku itu. Dari semua buku yang berhasil saya pilah dan pilih, saya menemukan sebuah buku yang menarik.

Sampulnya berwarna biru dan cokelat yang sudah tampak lusuh. Bagian pinggir sampulnya ada yang sudah geripis karena dimakan ngengat. Judul buku itu Islam Lawan Fanatisme dan Intoleransi. Penulisnya Khurshid Ahmad, orang Pakistan. Penerbitnya Tintamas di Jakarta.

Buku itu pertama kali rilis di Pakistan tahun 1960 silam dan baru diterjemahkan dan dirilis di Indonesia delapan tahun kemudian, tahun 1968. Buku itu diterjemahkan oleh S. Sjah SH dan masih menggunakan Ejaan Soewandi. Untuk ukuran sebuah buku lawas, kualitas terjemahan dan editannya cukup mudah dimengerti meski menurut saya ada beberapa bagian yang perlu dipenggal dengan tanda baca tertentu supaya makin nyaman dibaca.

Buku itu tipis, tidak sampai 70 halaman, dan terbagi menjadi satu pendahuluan dan sembilan pokok pembahasan. Saya berencana untuk memindai beberapa bagian dari buku itu dan membaginya melalui blog ini. Namun hal pertama yang harus saya lakukan segera adalah mencari pinjaman mesin pemindai. Semoga proyek sederhana ini bisa selesai dalam waktu dekat, insya Allah.

Sebagai awalan, saya ingin menyalin bagian pendahuluan buku itu tanpa melakukan perubahan apapun. Demikian hasil penyalinan saya.

PENDAHULUAN



Seringkali saja dihadapkan dengan pernjataan: Islam adalah tidak toleran dan fanatik. Dalam berbagai pembitjaraan dan pidato-pidato, saja berusaha membuktikan ketidak-benaran tuduhan itu. Dengan terbitnja “Punjab Disturbances Court of Inquiry Report” (Laporan Penjelidikan tentang gangguan-gangguan oleh Pengadilan Punjab) tahun 1954, para pengetjam Islam memulai kampanje tjatji-maki terhadap agama ini. Mereka berusaha “membuktikan” bahwa apabila Pakistan didjadikan Negara Islam, maka ia akan mendjadi gelanggang pertandingan fanatisme. Dalam pengantar tulisan saja: An Analysis of The Munir Report (Analisa terhadap Laporan Munir), saja mengemukakan ini dan membeberkan kepalsuan alasan-alasan jang dikemukakan. Atas andjuran beberapa sahabat, Kata Pengantar ini diperluas mendjadi sebuah essay tentang Fanatism, Intolerance, and Islam (Fanatisme, Intoleransi, dan Islam). Bagian pertama dari aslinja seluruhnja ditulis kembali dan sebuah seksi baru diambahkan jaitu tentang “Tolerance and Islam” (Islam dan Toleransi). Seluruh teks mengalami penindjauan kembali setjara mendalam. Brosur tersebut terbit dalam tahun 1957 dengan djudul Fanatisme, Intolerance, and Islam. Saja mengutjap sjukur bahwa tulisan tersebut mendapat sambutan jang baik dan sekarang saja menindjau kembali essay itu secara mendalam serta berusaha membuatnja lebih luas dan mendalam pula. Akan tetapi sajapun berusaha agar essay tersebut tetap singkat serta mudah dibatja.



Dengan segala kesungguhan, saja berusaha menghidangkan fakta setelah diperiksa setjara teliti. Semua bahan dipetik dari buku-buku jang authentik dan saja djuga memberikan referensi jang diperlukan dalam tjatatan-kaki. Saja memberikan sedjumlah kutipan, sehingga saja tak dapat dituduh mengemukakan pendapat sendiri sadja atau melakukan penafsiran jang keliru. Oleh karena essay tersebut ditudjukan kepada para tjerdik pandai kita jang setjara salah terpukau dengan Barat, sajapun mendasarkan tulisan saja hanja pada sardjana-sardjana Barat. Saja telah menjingkapkan segi lain dari suatu lukisan jang selama ini ditutupi. Sekarang terserah kepada mereka untuk mempertimbangkan dengan seksama fakta-fakta jang begitu djelas dan kemudian menentukan sikap mengenai arti jang sebenarnya dari pada tuduhan-tuduhan tersebut jang dilemparkan dengan sikap kekakuan fanatisme jang gila.



Namun walaupun demikian, saja rasa saja harus mendjelaskan sesuatu jang amat penting. Dalam essay ini saja mengemukakan segi lain dari peradaban modern jang buruk dan nista terhadap setiap naluri keadilan. Hal ini penting sekali untuk dapat menempatkan fakta-fakta itu dalam keadaan jang sebenarnja. Akan tetapi, tidaklah berarti bahwa peradaban modern tidak memberikan sumbangan apa-apa. Dalam beberapa bidang, ia telah mentjapai kemadjuan jang menakdjubkan dan telah mendjadi warisan bagi kemanusiaan – setiap negeri dan setiap orang merasakan djasa-djasanja. Saja adalah pengagum kemadjuan ilmu pengetahuan modern dan menjadari sepenuhnja djasa-djasanya terhadap kemanusiaan. Akan tetapi ini tidaklah berarti bahwa oleh karena sesuatu kemadjuan jang mengagumkan, segi lain dari suatu lukisan itu harus disia-siakan dan diabaikan. Saja rasa, baik bagian jang merupakan rahmat maupun malapetaka jang merupakan akibat dari peradaban modern, harus ditelaah dengan teliti, ditimbang dan diberi nilai. Dalam essay ini, jang saja tudjukan kepada mereka jang merasa lebih Barat dari pada orang-orang Barat dalam “pengagumannja” terhadap peradaban modern, dan jang membatasi diri pada penjelidikan setjara rasionil dan historis mengenai masalah intoleransi dan fanatisme, maka saja hanja menghidangkan fakta-fakta jang berhubungan dengan penelaahan saja dan tidak menjertakan pihak-pihak jang pro dan kontra tentang Barat jang modern. Sebagaimana sikap saja terhadap Barat, saja kira tak ada jang lebih baik dari pada memindjam kata-kata seorang filosof Muslim yang besar, Dr Muhammad Iqbal, jang buah pikirannja telah merupakan bagian dari udara jang kita hirup, dalam The Reconstruction of Religious Thought in Islam mengatakan: “Satu-satunja djalan jang terbuka bagi kita ialah mendekati ilmu pengetahuan modern dengan rasa hormat, akan tetapi kita harus bersikap bebas”, djangan sampai “kemilau lahiriah kebudajaan Barat dapat membelenggu gerakan kita.” Inilah jang mendjadi kejakinan saja dan ini pulalah pendirian saja.



Terhadap para pengetjam, ingin saja kemukakan bahwa daripada menuduh saja “berat sebelah” – disebabkan karena sifat penelaahan saja adalah sebuah essay – mereka seharusnja berusaha memahami apakah pendapat saja itu benar dan data data jang saya kemukakan adalah sahih (authentik). Dan djika memang benar dan sahih, maka dari pada mengalihkan perhatian dari pokok pembitjaraan, seharusnja setjara djudjur mendjadi bahan pemikiran bagi mereka dan kesimpulan jang lahir dari padanja akan merupakan realisasi dari pada arti jang sebenarnja, dari pernjataan-pernjataan jang lazim dikemukakan. Bagaimanapun djuga, mythos Goebbles pada suatu hari akan meledak dan pengulangan kebohongan ad ifinitum tidaklah akan mengubahnja mendjadi kebenaran.



Dalam kesempatan ini, saja menjatakan terima kasih saja kepada sahabat-sahabat jang saja hormati, jang telah membantu saja dalam mempersiapkan essay ini. Terutama kepada Syed Abul A’la Maududi dan Maulana Zafar Ahmad Ansari jang telah sudi memberikan saran-saran jang sangat berharga. Dan djuga saja mengutjapkan terima kasih kepada tuan Khwaja Abdul Wahid, Prof. Abdul Hamid Siddiqui, tuan Zafar Ishaq Ansari dan Chaudhry Ghulam Muhammad atas bantuan mereka jang tulis ichlas. Dengan segala kerendahan hati, dapat saja kemukakan bahwa tidak ada diantara sahabat-sabahat saja jang terpeladjar itu jang bertanggung-djawab selain dari pada saja sendiri atas pandangan jang dikemukakan disini, serta kesalahan-kesalahan jang mungkin timbul.



Khurshid Ahmad

New Queens Road, Karachi

1 Oktober 1960

Demikian dan semoga bermanfaat. Adapun soal komitmen saya di atas, moga Allah mudahkan segala urusannya. Amin. [libridiary]


Saaba, Agustus 2016

You Might Also Like

0 comments