Tentang Mencerna Kata-Kata Yang Mempesona

Saturday, May 20, 2017

Buku berjudul Pemikiran Politik Islam karya Anthony Black ini tebal, gagah, berat pula bahasannya, referensinya juga berlimpah. Di sampulnya tertulis pula kata-kata menawan: Tinjauan Historis Terlengkap dan Terkini. Keren sekali. Tapi sayang, sumber-sumber yang jadi rujukan buku ini semuanya merupakan sumber-sumber sekunder.

Ketika membahas tentang Al Ikhwan Al Muslimun, misalnya, ia hanya memakai sedikit sekali referensi, itu pun didominasi dengan buku karangan Richard P. Mitchell yang berjudul The Society of Muslim Brothers. Padahal literatur Ikhwan yang ditulis oleh kalangan internal lumayan melimpah. Tapi itu semua tidak dimanfaatkannya. Sayang sekali.

Pada bagian penutup, akhirnya saya jadi tahu apa sebabnya buku ini dihujani dengan sumber sekunder: penulisnya tidak tahu sama sekali dengan bahasa Arab, termasuk pengakuannya tentang keterbatasan pengetahuannya terhadap kosakata bahasa itu. Itu sebabnya ia hanya memanfaatkan buku-buku terjemahan dan buku-buku karya orang lain yang membahas tentang tema yang akan ia perdalam. Ya, sumber sekunder itu.

Kenapa saya menyampaikan ini? Karena di balik pesona kata-kata ada sesuatu yang bisa menggelincirkan para pembaca yang tak cakap mencerna. Sesuatu itu, salah satunya, adalah mudahnya kita terpesona. Gumunan, kalau kata orang Jawa. Sebuah lelaku yang bersumber pada rendahnya kemampuan mengunyah, memamah, mencerna dan menyerap bacaan dengan laik dan apik, juga asbab dari kurangnya bacaan selama ini pada tema-tema yang dimaksud. Maka wajar jika penerimaannya hanya sebatas mengagumi, tanpa melakukan tindakan lanjutan yang bisa menyibak hakikat di balik pesona-pesona yang menggoda itu.

Jadi, ketika kita mendapati sebuah tulisan yang bagus, bahkan mendekati sempurna, maka jangan terlalu mudah terpesona dengan kata-kata. Kalau perlu, tulisan-tulisan yang mempesona itu dijadikan sebagai pengaya cara berpikir dan penambah sudut pandang, bukannya landasan kita dalam bersikap. Perbanyak membaca. Terus belajar. Juga diskusi dan tukar pikiran. Tak mengapa terus-terusan bertanya, asal tahu kapan waktunya mencerna.

Suatu hari, Buya Hamka mendapat kiriman sebuah buku berjudul Tuanku Rao yang ditulis dengan sangat baik oleh Mangaradja Onggang Parlindungan, seorang insinyur lulusan Belanda dan Jerman, serta mantan perwira militer di perang kemerdekaan. Buku itu, kata Buya Hamka, di awal kehadirannya mengundang minat para penikmat sejarah, termasuk para guru dan orang-orang yang berminat dengan sejarah Islam di tanah Batak.

Buya Hamka termasuk orang yang awalnya sangat senang dengan hadirnya buku itu. Perwajahannya bagus, referensinya luas, cara penyampaian materinya juga memikat.

“Kagum saya dengan ilmunya, banyak bacaannya. Keterangan yang diberikan Parlindungan dalam Tuanku Rao menambah bangga dan kagum saya kepada diri beliau.”

Buya juga berkata.

“Saya tertarik kepada beliau karena budi bahasanya yang halus, taat sebagai seorang Kristen. Saya simpati kepada beliau, walaupun berlainan agama. Hormat saya kepada beliau sama dengan hormat saya kepada Pak Suangkupon (anggota Perhimpunan Indonesia di Belanda), yang lebih lancar berbahasa Belanda daripada bahasa Indonesia, tapi taat sebagai muslim.”

Kekaguman Buya cukup sampai di situ. Karena semakin lama dibaca, ia merasa bahwa buku itu banyak berisi hal-hal yang tidak tepat secara sejarah, juga bagian-bagian yang menurut Buya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Maka berangkat dari situlah, Buya kemudian menulis sebuah artikel di surat kabar Haluan yang kemudian dibukukan menjadi sebuah buku berjudul Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao.

Saya menggaris bawahi kekaguman dirasakan oleh Buya Hamka terhadap penulis buku tersebut, juga karyanya yang dinilainya cukup berani dan fenomenal untuk ukuran seorang Insinyur yang menulis buku sejarah. Tapi pesona kata-kata ansich memang tidak bisa melenakan Buya Hamka. Karena di balik kata-kata yang diurapi bebungaan itu, ada pula duri tajam yang mengancam. Mengancam kelurusan akal sehat. [libridiary]


Meruya, Mei 2017

You Might Also Like

0 comments