Si Budi

Wednesday, April 17, 2013




Ini adalah postingan ke dua saya di blog ini. Jujur aja, saya masih bingung mau mengawali blog ini dengan tulisan apa meski sebenarnya ada banyak hal yang mondar-mandir di batok kepala saya. Dunia buku, bagi sebagian orang, mungkin terasa egaliter dan sedikit membosankan. Mungkin ada dunia lain yang dirasa lebih menarik untuk dibahas secara panjang-kali-lebar-kali-tinggi tenimbang membahas buku dan pernak-perniknya. Tapi tidak bagi saya.

Buku adalah objek yang sangat menarik untuk dibicarakan, selain dibaca, tentu saja. Tapi sudut pandang “bagi saya” ini bisa jadi tidak perlu Anda ikuti. Namanya juga “bagi saya”. Karenanya saya perlu memohon maaf bila di waktu mendatang, bisa jadi dimulai dari tulisan ini, nuansa ke-saya-an itu yang akan saya lebih tonjolkan. Lha, makanya nama blog ini Perpustakaan Pribadiku, bukan Perpustakaan Pribadimu hehe...

Saya sekarang tinggal di Luwuk, Sulawesi Tengah. Tempat yang dihuni oleh banyak orang cerdas namun sayangnya minim semangat baca. Mungkin minat baca itu ada tapi tidak terawat dengan baik. Wajar aja sih, keterbatasan fasilitas di kota kecil ini memang memungkinkan orang untuk tidak mempertajam semangat bacanya. Di sini nggak ada toko buku. Ada sih toko buku, tapi bukan toko buku kayak Gramedia – atau setidaknya seperti toko buku Ramedia di Palu – dan hanya menjual buku genre tertentu saja. Padahal kalau ada toko buku, saya yakin orang-orang di sini punya minat yang besar dalam urusan membaca buku.

Saya jadi ingat sama si Budi. Saya tidak ingat nama lengkapnya. Budi pernah tinggal serumah sama saya waktu saya masih tinggal di jalan Datu Adam dulu. Waktu itu Budi masih SMP kelas dua. Asalnya dari Banggai Kepulauan. Anaknya pendiam dan gak banyak bicara.

Suatu hari, saya meminjam beberapa buku dari teman sekantor. Di antaranya adalah Trilogi Klan Otori-nya Lian Hearn dan Musashi-nya Eiji Yoshikawa. Setelah saya merampungkan Trilogi Klan Otori dan mulai membaca Musashi, Budi datang mengetuk pintu kamar saya. Mau pinjam buku, katanya. Saya bilang, ambil saja yang kau mau. Dan diambillah salah satu buku karangan Lian Hearn itu. Ketika saya melihatnya mengambil buku itu, saya berkata bahwa buku itu ada tiga seri – dan celakanya berkembang jadi empat bahkan lima seri, jadi kalau mau baca sampai tuntas, ambil juga ke dua seri lainnya. Budi mengiyakan dan mulailah ia membaca.

Maka sejak hari itu, Budi yang biasa mengisi waktu luangnya dengan pasiar (jalan-jalan) entah kemana, mulai asyik-masyuk dengan bacaan barunya. Sebelum dia berangkat sekolah, saya mendapatinya sedang membaca. Ketika saya pulang ke rumah saat istirahat siang, saya mendapatinya sedang membaca. Ketika saya pulang kantor di sore hari, masih juga membaca. Dan di hari ke dua setelah dia membaca seri pertama Klan Otori, saya mendapatinya sudah berganti ke buku yang ke dua. Dalam hati saya membatin, hebat juga anak ini bisa nyelesein buku yang lumayan tebal itu dalam jangka waktu kurang dari dua hari. Dan empat hari kemudian, Budi kembali datang ke kamar saya untuk mengembalikan ketiga buku yang dipinjamnya tempo hari.

So selesai?”, tanya saya tak percaya.

Yang ditanya tersenyum malu-malu. “Sudah, kak”, jawabnya lugas. “Sa bole pinjam buku lagi, Kak?”, tanyanya kemudian. Saya memandangnya dengan takjub dan menyilakannya untuk mengobrak-abrik koleksi buku saya lainnya.

Budi mungkin salah satu potret anak-baru-gede di Luwuk yang baru saja menemukan “mainan baru” yang mengasyikkan bernama buku. Budi mungkin baru nyadar bahwa ternyata membaca buku itu asyik banget. Dia sendiri gak percaya bisa betah seharian mojok di salah satu sudut rumah kontrakan dengan buku di tangannya, akunya pada saya. Saya sendiri cukup takjub dengan stamina bacanya yang sangat besar karena mampu mengkhatamkan lima buku berhalaman cukup tebal dalam jangka waktu kurang dari dua minggu.

Mungkin masih ada banyak Budi-Budi yang lain di Luwuk ini. Anak-anak yang punya stamina baca tinggi tapi terbentur dengan minimnya fasilitas. Atau meskipun ada perpustakaan, namun koleksi bukunya yang tidak menunjang dan mempertajam minat baca mereka. Dengan semakin derasnya arus informasi yang datang bertubi-tubi, membuat tantangan untuk meningkatkan minat baca di kalangan remaja tanggung jadi semakin menarik untuk diikuti. [perpustakaanpribadiku.blogspot.com]



Kilongan, April 2013

You Might Also Like

0 comments