Bincang Buku: The Rainmaker
Tuesday, January 31, 2017
Jika harus membuat daftar berisi para penulis yang buku-bukunya, selain komik, paling banyak saya baca, maka John Grisham adalah salah satunya selain Paulo Coelho, Anis Matta, dan Najib Kailani. Hari Senin kemarin, saya baru saja menamatkan buku Grisham yang berjudul The Rainmaker. Ini adalah pembacaan kedua saya atas buku tersebut setelah pertama kali saya lakukan sekira tiga atau empat tahun yang lalu di Luwuk.
Secara garis besar, The Rainmaker yang juga novel keenam Grisham ini adalah kisah tentang seorang pengacara muda bernama Rudy Baylor ketika berhadapan dengan perusahaan asuransi besar di Amerika bernama Great Benefit Life atas kasus ingkar bayar perusahaan itu terhadap klaim salah satu nasabah mereka yang diwakili oleh Baylor. Baylor yang baru pertama kali menjalani sidang sebagai seorang pengacara profesional harus berhadapan dengan perusahaan besar yang diwakili oleh biro hukum terbesar di Memphis yang celakanya menampilkan salah satu pengacara terbaik mereka.
Pertarungan yang diibaratkan seperti David melawan Goliath ini tentu menghadirkan intrik-intrik yang seru, termasuk konspirasi-konspirasi busuk yang dilakukan oleh perusahaan asuransi itu agar terbebas dari jerat hukum. Buku ini juga merekam banyak informasi tentang dunia hukum di Amerika, kritik Grisham terhadap praktek kotor yang kerap dilakukan oknum pengacara dan penegak hukum yang diwakili oleh sosok Baylor yang naif, celah-celah yang bisa dimanfaatkan tanpa harus melanggar peraturan, dinamika dunia asuransi, serta kecerdikan pengacara saat melakukan pembelaan terhadap kliennya yang dirugikan oleh perusahaan asuransi tersebut.
Gugatan yang awalnya dianggap mudah diselesaikan secara damai oleh pihak tergugat, Great Benefit, ternyata menemui jalan penyelesaian yang tidak mulus. Baylor dan kliennya bersikukuh bahwa kasus ini harus diselesaikan secara hukum dengan cara menuntut Great Benefit jutaan dollar untuk memberikan efek jera. Ditambah dengan latar belakang klien Baylor yang berasal dari kalangan menengah ke bawah Amerika yang kurang terdidik dan enggan berhadapan dengan rumitnya dunia hukum, membuat perlawanan Baylor terhadap Great Benefit terasa sangat heroik.
Meski awalnya keberuntungan serasa menjauhi Baylor, pada akhirnya keberuntungan itu sedikit demi sedikit kembali mendekati dan menaunginya terus sampai ke akhir persidangan. Meski Baylor pada akhirnya memenangkan pertarungan itu dan membuat geger Amerika dengan jumlah vonis yang fantastis, Grisham ternyata tidak ingin menutup kisah ini dengan akhir yang memuaskan semua pihak. Oh iya, novel ini juga difilmkan pada tahun 1997, atau dua tahun setelah novelnya terbit pada tahun 1995. Film itu dibintangi oleh Matt Damon dan Danny DeVito.
Ada kata-kata Baylor yang paling saya ingat, yang saya kira bisa mewakili isi buku itu secara keseluruhan.
“Aku memang sendirian dan kekurangan amunisi , aku juga takut dan kurang pengalaman, tapi aku yakin bahwa aku benar.”
Baylor dengan segala kehijauannya dengan dunia persidangan itu harus berhadapan dengan lawan yang sangat tangguh pada kesempatan pertamanya, dan, bisa dibilang, ia menjalankannya dengan cukup baik. Memang ada beberapa kemudahan yang ia dapatkan dari Hakim Kipler yang cenderung memihak padanya, ditambah dengan kelihaian, kalau tidak bisa dibilang trik kotor, Baylor melakukan sandiwara saat pemilihan juri, namun secara keseluruhan, usaha keras dan keyakinan kuat dari Baylor-lah yang menjadi faktor penentu keberhasilannya memenangkan megakasus tersebut. Selain itu, ini adalah pertarungan terbuka atas profesionalisme yang naif di satu sisi dan kepongahan pemodal di sisi lain.
Grisham seolah ingin menyampaikan kepada pembacanya, bahwa kepongahan bisa ditaklukan dengan keyakinan bahwa kepongahan sebesar dan sekuat apapun tetap bisa dikalahkan. Bahwa penipuan secara masif, sistematis dan terstruktur yang dilakukan oleh perusahaan besar yang merasa telah menguasai semua lini yang bisa dikuasainya itu ternyata tidak berkutik saat berhadapan dengan kebenaran yang diperjuangan dengan penuh keyakinan walau harus dijalani dengan susah payah dan jauh dari kata mudah.
Ini memang cerita fiksi. Tapi semangat pembelaan terhadap rakyat kecil atas ketidakadilan yang dilakukan secara banal oleh pihak-pihak yang menyalahgunakannya tentu bisa dijadikan pelajaran bahwa kebenaran harus diperjuangkan meskipun para pengusungnya, mengutip kata-kata Baylor yang saya tulis sebelumnya, “sendirian dan kekurangan amunisi, dihantui rasa takut dan kurang pengalaman.” Karena, memang, untuk berbuat benar tidak disyaratkan pengalaman apapun. [libridiary]
Meruya, Januari 2017
Secara garis besar, The Rainmaker yang juga novel keenam Grisham ini adalah kisah tentang seorang pengacara muda bernama Rudy Baylor ketika berhadapan dengan perusahaan asuransi besar di Amerika bernama Great Benefit Life atas kasus ingkar bayar perusahaan itu terhadap klaim salah satu nasabah mereka yang diwakili oleh Baylor. Baylor yang baru pertama kali menjalani sidang sebagai seorang pengacara profesional harus berhadapan dengan perusahaan besar yang diwakili oleh biro hukum terbesar di Memphis yang celakanya menampilkan salah satu pengacara terbaik mereka.
Pertarungan yang diibaratkan seperti David melawan Goliath ini tentu menghadirkan intrik-intrik yang seru, termasuk konspirasi-konspirasi busuk yang dilakukan oleh perusahaan asuransi itu agar terbebas dari jerat hukum. Buku ini juga merekam banyak informasi tentang dunia hukum di Amerika, kritik Grisham terhadap praktek kotor yang kerap dilakukan oknum pengacara dan penegak hukum yang diwakili oleh sosok Baylor yang naif, celah-celah yang bisa dimanfaatkan tanpa harus melanggar peraturan, dinamika dunia asuransi, serta kecerdikan pengacara saat melakukan pembelaan terhadap kliennya yang dirugikan oleh perusahaan asuransi tersebut.
Gugatan yang awalnya dianggap mudah diselesaikan secara damai oleh pihak tergugat, Great Benefit, ternyata menemui jalan penyelesaian yang tidak mulus. Baylor dan kliennya bersikukuh bahwa kasus ini harus diselesaikan secara hukum dengan cara menuntut Great Benefit jutaan dollar untuk memberikan efek jera. Ditambah dengan latar belakang klien Baylor yang berasal dari kalangan menengah ke bawah Amerika yang kurang terdidik dan enggan berhadapan dengan rumitnya dunia hukum, membuat perlawanan Baylor terhadap Great Benefit terasa sangat heroik.
Meski awalnya keberuntungan serasa menjauhi Baylor, pada akhirnya keberuntungan itu sedikit demi sedikit kembali mendekati dan menaunginya terus sampai ke akhir persidangan. Meski Baylor pada akhirnya memenangkan pertarungan itu dan membuat geger Amerika dengan jumlah vonis yang fantastis, Grisham ternyata tidak ingin menutup kisah ini dengan akhir yang memuaskan semua pihak. Oh iya, novel ini juga difilmkan pada tahun 1997, atau dua tahun setelah novelnya terbit pada tahun 1995. Film itu dibintangi oleh Matt Damon dan Danny DeVito.
Ada kata-kata Baylor yang paling saya ingat, yang saya kira bisa mewakili isi buku itu secara keseluruhan.
“Aku memang sendirian dan kekurangan amunisi , aku juga takut dan kurang pengalaman, tapi aku yakin bahwa aku benar.”
Baylor dengan segala kehijauannya dengan dunia persidangan itu harus berhadapan dengan lawan yang sangat tangguh pada kesempatan pertamanya, dan, bisa dibilang, ia menjalankannya dengan cukup baik. Memang ada beberapa kemudahan yang ia dapatkan dari Hakim Kipler yang cenderung memihak padanya, ditambah dengan kelihaian, kalau tidak bisa dibilang trik kotor, Baylor melakukan sandiwara saat pemilihan juri, namun secara keseluruhan, usaha keras dan keyakinan kuat dari Baylor-lah yang menjadi faktor penentu keberhasilannya memenangkan megakasus tersebut. Selain itu, ini adalah pertarungan terbuka atas profesionalisme yang naif di satu sisi dan kepongahan pemodal di sisi lain.
Grisham seolah ingin menyampaikan kepada pembacanya, bahwa kepongahan bisa ditaklukan dengan keyakinan bahwa kepongahan sebesar dan sekuat apapun tetap bisa dikalahkan. Bahwa penipuan secara masif, sistematis dan terstruktur yang dilakukan oleh perusahaan besar yang merasa telah menguasai semua lini yang bisa dikuasainya itu ternyata tidak berkutik saat berhadapan dengan kebenaran yang diperjuangan dengan penuh keyakinan walau harus dijalani dengan susah payah dan jauh dari kata mudah.
Ini memang cerita fiksi. Tapi semangat pembelaan terhadap rakyat kecil atas ketidakadilan yang dilakukan secara banal oleh pihak-pihak yang menyalahgunakannya tentu bisa dijadikan pelajaran bahwa kebenaran harus diperjuangkan meskipun para pengusungnya, mengutip kata-kata Baylor yang saya tulis sebelumnya, “sendirian dan kekurangan amunisi, dihantui rasa takut dan kurang pengalaman.” Karena, memang, untuk berbuat benar tidak disyaratkan pengalaman apapun. [libridiary]
Meruya, Januari 2017
0 comments