Pahlawan
Wednesday, January 11, 2017
Para
pahlawan adalah mereka yang bisa menemukan keceriaan di tengah himpitan
hidup. Itu kata-kata Anis Matta yang paling saya ingat kuat-kuat dari
bukunya yang berjudul Mencari Pahlawan Indonesia. Atau setidaknya
demikianlah kata-kata itu saya pahami. Bahwa segala wujud masalah hidup
yang menghimpit seyogyanya tidak menghalangi kita untuk tetap berbahagia
meskipun rasanya, sudah pasti, pahit. Dan orang
yang bisa tetap menjaga keceriaannya, bahkan menemukan kebahagiaannya,
di tengah pelbagai himpitan hidup yang mencekik layak disebut sebagai
seorang pahlawan. Sesederhana itu.
Mencari Pahlawan Indonesia adalah buku yang sangat bagus. Di era penuh ambigu seperti saat ini, dimana kita begitu kesulitan menebak dan mendeteksi seperti apakah wujud pahlawan yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini untuk keluar dari kemelut sehingga kelak dunia "akan menyaksikan gugusan pulau-pulau ini menjelma menjadi untaian kalung zamrud kembali yang menghiasi leher sejarah", pembacaan kembali terhadap buku ini adalah, salah satu, ikhtiar yang tepat.
Beberapa tahun setelah saya menuntaskan pembacaan buku ini kali pertama sejak masih SMA yang saya dapatkan pada halaman terakhir majalah Tarbawi ketika itu, dan berlanjut ke masa-masa kuliah, saya dipertemukan dengan buku lainnya: Kitab Suci Ksatria Cahaya yang ditulis oleh Paulo Coelho. Buku itu bisa dibilang secara garis besar senada dengan buku Mencari Pahlawan Indonesia, tapi dengan narasi khas Coelho. Bacalah dua buku itu, dan kau akan mendapatkan benang merah di antara keduanya.
Berikut saya kutip salah satu bagiannya:
Seorang ksatria cahaya tidak selalu membuat keputusan yang tepat. Mereka menderita karena hal-hal yang sangat biasa. Mereka memiliki pikiran-pikiran yang biasa pula dan kadang-kadang mereka percaya mereka tidak bisa berkembang. Mereka kerapkali menganggap dirinya tidak layak mendapatkan berkah dan anugerah. Itulah kenapa mereka disebut ksatria cahaya, karena mereka melakukan kesalahan-kesalahan. Karena mereka sering bertanya pada diri mereka sendiri. Karena mereka mencari sesuatu alasan dan yakin bisa menemukannya. (Coelho)
Jangan pernah menyangka bahwa seorang pahlawan selalu meraih prestasi-prestasinya dengan mulus, atau bahkan tidak pernah mengenal kegagalan. Kesulitan-kesulitan adalah rintangan yang diciptakan oleh sejarah dalam perjalanan menuju kepahlawanan. Karena itu, peluang kegagalan sama besarnya dengan peluang keberhasitan. “Kalau bukan karena kesulitan, maka semua orang akan jadi pahlawan.” kata seorang penyair Arab, Al-Mutanabbi. (Anis Matta)
Kedua buku itu sangat bagus. Keduanya mengajak kita untuk melihat secara lebih mendalam tentang apa sesungguhnya arti kepahlawanan dengan cara sesederhana mungkin dan jauh dari keruwetan ala epos kepahlawanan masa silam yang kerap dibayangi mitos-mitos yang tak terjangkau akal. Saran saya, jika suatu hari sampeyan mendapatkan keduanya di toko buku, maka belilah, bacalah, dan resapi kata-katanya. Baca dan refleksikan dengan kondisi kita saat ini. Dan kepada masing-masing kita, jadilah pahlawan sehingga bangsa dan negara ini mencapai "Sebuah kehidupan yang terhormat dan berwibawa yang dilandasi keadilan dan dipenuhi kemakmuran masih mungkin dibangun di negeri ini. Untaian Zamrud Katulistiwa ini masih mungkin dirajut menjadi kalung sejarah yang indah. Tidak peduli seberapa berat krisis yang menimpa kita saat ini. Tidak peduli seberapa banyak kekuatan asing yang menginginkan kehancuran bangsa ini."
Mencari Pahlawan Indonesia adalah buku yang sangat bagus. Di era penuh ambigu seperti saat ini, dimana kita begitu kesulitan menebak dan mendeteksi seperti apakah wujud pahlawan yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini untuk keluar dari kemelut sehingga kelak dunia "akan menyaksikan gugusan pulau-pulau ini menjelma menjadi untaian kalung zamrud kembali yang menghiasi leher sejarah", pembacaan kembali terhadap buku ini adalah, salah satu, ikhtiar yang tepat.
Beberapa tahun setelah saya menuntaskan pembacaan buku ini kali pertama sejak masih SMA yang saya dapatkan pada halaman terakhir majalah Tarbawi ketika itu, dan berlanjut ke masa-masa kuliah, saya dipertemukan dengan buku lainnya: Kitab Suci Ksatria Cahaya yang ditulis oleh Paulo Coelho. Buku itu bisa dibilang secara garis besar senada dengan buku Mencari Pahlawan Indonesia, tapi dengan narasi khas Coelho. Bacalah dua buku itu, dan kau akan mendapatkan benang merah di antara keduanya.
Berikut saya kutip salah satu bagiannya:
Seorang ksatria cahaya tidak selalu membuat keputusan yang tepat. Mereka menderita karena hal-hal yang sangat biasa. Mereka memiliki pikiran-pikiran yang biasa pula dan kadang-kadang mereka percaya mereka tidak bisa berkembang. Mereka kerapkali menganggap dirinya tidak layak mendapatkan berkah dan anugerah. Itulah kenapa mereka disebut ksatria cahaya, karena mereka melakukan kesalahan-kesalahan. Karena mereka sering bertanya pada diri mereka sendiri. Karena mereka mencari sesuatu alasan dan yakin bisa menemukannya. (Coelho)
Jangan pernah menyangka bahwa seorang pahlawan selalu meraih prestasi-prestasinya dengan mulus, atau bahkan tidak pernah mengenal kegagalan. Kesulitan-kesulitan adalah rintangan yang diciptakan oleh sejarah dalam perjalanan menuju kepahlawanan. Karena itu, peluang kegagalan sama besarnya dengan peluang keberhasitan. “Kalau bukan karena kesulitan, maka semua orang akan jadi pahlawan.” kata seorang penyair Arab, Al-Mutanabbi. (Anis Matta)
Kedua buku itu sangat bagus. Keduanya mengajak kita untuk melihat secara lebih mendalam tentang apa sesungguhnya arti kepahlawanan dengan cara sesederhana mungkin dan jauh dari keruwetan ala epos kepahlawanan masa silam yang kerap dibayangi mitos-mitos yang tak terjangkau akal. Saran saya, jika suatu hari sampeyan mendapatkan keduanya di toko buku, maka belilah, bacalah, dan resapi kata-katanya. Baca dan refleksikan dengan kondisi kita saat ini. Dan kepada masing-masing kita, jadilah pahlawan sehingga bangsa dan negara ini mencapai "Sebuah kehidupan yang terhormat dan berwibawa yang dilandasi keadilan dan dipenuhi kemakmuran masih mungkin dibangun di negeri ini. Untaian Zamrud Katulistiwa ini masih mungkin dirajut menjadi kalung sejarah yang indah. Tidak peduli seberapa berat krisis yang menimpa kita saat ini. Tidak peduli seberapa banyak kekuatan asing yang menginginkan kehancuran bangsa ini."
0 comments