Buku-Buku Yang Dibaca Lebih Dari Sekali 2003-2016
Monday, January 02, 2017
Hari Ahad
(1/1) kemarin, saya bersama istri dan si sulung jalan-jalan ke Puncak. Si tengah
dan si bungsu memang tidak saya ajak karena sedang berada di Madiun bersama
mbahnya. Perjalanan ke Puncak sengaja ditempuh dengan angkutan umum karena
selama ini kalau ke Puncak saya selalu naik kendaraan pribadi atau bareng
rombongan wisata. Mumpung sedang libur panjang, saya mau coba ke Puncak dengan
angkutan umum, supaya bisa tahu jalur-jalurnya sekaligus tarif angkutannya. Itung-itung,
sekalian mengenalkan si sulung dengan situasi perangkutan-kotaan. Mumpung sudah
di Jakarta, hehe.
Singkat cerita,
berangkatlah kami bertiga pada pukul 6.20 pagi. Diawali dengan naik motor ke
stasiun Palmerah dan naik KRL sampai ke stasiun Bogor. Dari Bogor, kami makan
siang dulu di warung makan pinggir jalan, lalu setelahnya berjalan sedikit ke
Kebun Raya Bogor buat lihat-lihat rusa dan dilanjutkan dengan naik delman
sebentar. Setelah itu, kami bertolak ke Cisarua dengan menggunakan angkot
jurusan Sukasari. Sampai Sukasari, kami naik angkot lagi ke jurusan Cisarua dan
setelah menghadapi kemacetan yang menggila, sampailah kami di Masjid At Taawun
buat tetirah.
Dalam perjalanan
hari itu, saya membawa sebuah buku: Mimpi-Mimpi Einstein karangan Alan
Lightman. Ini adalah pembacaan saya yang ketiga atas buku itu dalam tiga bulan
terakhir. Berulangkali saya katakan kepada istri bahwa Mimpi-Mimpi Einstein
adalah buku yang bagus dan saya sarankan ia untuk membacanya meski direspon dengan
kurang berminat olehnya.
Tapi ini
memang buku yang bagus. Kalau dibilang novel sebenarnya kurang tepat juga,
karena buku ini lebih mirip jurnal ilmiah yang dinovelisasi dengan bumbu
dramatisasi di sana-sini, hehe. Setelah menuntaskannya untuk pertama kali, saya
kembali tergoda dan membacanya untuk kali kedua dan selesai dibaca dalam
perjalanan pulang dari stasiun Bogor ke Tanah Abang semalam. Pun begitu, saya
masih berminat untuk membacanya sekali lagi dan mungkin berencana untuk
membacanya terus-terusan.
Susah dijelaskan
kenapa saya suka dengan buku ini. Mungkin karena cara Lightman menarasikan
teori relativitas waktu Einstein dengan cara yang sangat dekat dengan kehidupan
kita, ditambah dengan segala dramatisasinya, yang membuat buku ini telah
membuat saya jatuh cinta. Terkadang, membaca buku yang sama lebih dari sekali bisa membuat kita menemukan sesuatu yang
berbeda. Sesuatu yang tidak kita dapatkan pada proses pembacaan yang pertama. Bisa
juga mendapatkan sudut pandang yang berbeda, atau lebih luas, seiring dengan
bertambahnya pengalaman hidup.
Selain buku
Lightman, ada buku-buku lain selama kurun waktu tiga belas tahun terakhir yang saya
baca lebih dari satu kali. Berikut adalah daftar buku-bukunya.
- The Historian karangan Elizabeth Kostova
Buku yang
tebal seperti bantal ini entah kenapa bisa saya baca dua kali. Padahal pembacaan
pertamanya memakan waktu yang tidak sebentar. Tapi dongeng ala Kostova memang
sayang kalau hanya dibaca sekali.
- Taiko karangan Eijo Yoshikawa
Ini juga
buku bantal yang saya lahap lebih dari sekali. Saya sudah berencana untuk
membacanya lagi.
- Ayat-Ayat Cinta karangan Habiburrahman El Shirazy
Total buku
ini saya baca sebanyak tiga kali. Buku ini pertama kali saya baca waktu masih
kuliah dan saya ulangi ketika masa-masa awal penempatan di Luwuk. Pembacaan kali
ke tiga mungkin dua atau tiga tahun yang lalu.
- Mencari Pahlawan Indonesia dan Ketika Kuncupnya Mekar Jadi Bunga karangan Anis Matta
Tulisan-tulisan
ustadz Anis Matta memang tidak cukup dibaca sekali. Semakin banyak dibaca,
semakin banyak hal baru yang didapat. Semakin sering dibaca, semakin diri ini
tergerak untuk memperluas bacaan dan menambah referensi bacaan. Mungkin benar
adanya, bahwa buku yang bagus adalah buku yang mengundang kita untuk membaca
buku-buku lainnya. Buku Anis Matta adalah buku yang demikian.
- Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim karangan Salim A Fillah
Ini juga
salah satu buku yang mengundang pembacaan terhadap buku-buku lainnya. Pembacaan
pertama saya lakukan hanya dalam waktu tiga hari. Dan pembacaan kedua justru
lebih lambat. Mungkin karena alasan yang saya sebutkan sebelumnya di atas.
- Kado Pernikahan Untuk Istriku karangan Mohammad Fauzil Adhim
Lagi-lagi
buku bantal yang dibaca lebih dari sekali. Pertama sebelum menikah dan kedua
setelah punya dua anak.
- Di Bawah Naungan Cinta karangan Ibnu Hazm
Buku yang
menurut saya tidak cukup dibaca sekali. Buku ini menurut saya perlu
sering-sering dibaca oleh para pecinta yang sedang dimabuk asmara, hehe.
- Istanbul karangan Orhan Pamuk
Saya menunggu
memoar lanjutan dari Pamuk setelah rezim sekuler jatuh dan digantikan dengan
era Islamis yang dibaca Erbakan dan Erdogan.
- Sang Alkemis karangan Paulo Coelho
"Ketika kita benar benar menginginkan sesuatu, maka seluruh alam semesta akan bahu membahu membantu kita untuk mewujudkan mimpi kita menjadi nyata." Kalimat inilah yang menjadi semacam mantra bagi saya. Buku ini sudah saya baca tiga kali.
- Memoar Hasan Al Banna karangan Hasan Al Banna
Selain
Istanbul-nya Orhan Pamuk, Memoar Hasan Al Banna adalah buku memoar yang saya
baca lebih dari sekali.
- Rahiqul Makhtum karangan Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfury
Membaca sirah
atau sejarah perjalanan kehidupan Rasulullah memang tidak cukup hanya dilakukan
sekali.
- Fiqhus Sirah karangan Muhammad Said Ramadhan Al Buthy
Alasan yang
sama sebagaimana yang sudah saya tuliskan pada buku Al Mubarakfury di atas.
- Bumi Manusia karangan Pramoedya Ananta Toer
Menurut saya,
buku terbaik dari Tetralogi Buru adalah Jejak Langkah. Tapi justru buku ini
yang saya baca lebih dari sekali, hehe.
- Ghirah karangan Buya Hamka
Ghirah hanya dibaca sekali? You must be joking, hehe.
- Mempelai Sang Dajjal karangan Najib Kailani
Sependek
yang saya bisa ingat, buku ini sudah saya baca tiga kali.
***
Demikian daftar
buku yang saya baca lebih dari sekali. Selain buku-buku yang sudah saya
sebutkan itu, ada buku lain yang juga saya baca lebih dari sekali tapi
pembacaan kali keduanya tidak sampai selesai semisal Manhaj Haraki, Risalah
Pergerakan Ikhwanul Muslimin, dan buku-buku lainnya yang masih harus saya
ingat-ingat lagi.
Menurut sampeyan,
kenapa sebuah buku perlu dibaca lebih dari sekali? [libridiary]
Saaba,
Januari 2017
0 comments